Psikotes Dan Jawabannya Pdf Download by Henamaro, released 29 October 2016 Free Download Soal Psikotes Dan Jawabannya Pdf Download -.Look Up Quick Results Now! Find Related Search and Trending Suggestions Here.Contoh Soal Psikotes Download PDF.pdf - Download as PDF File (.pdf), Text File (.txt) or read online. Contoh Soal Psikotes Dan. Download Soal Psikotes Bank Dan Jawabannya Pdf Reader Download Soal Psikotes Bank Dan Jaw.
Membaca Pada era globalisasi seperti sekarang ini telah terjadi kemajuan yang sangat pesat pada bidang teknologi informasi. Kemajuan itu menuntut dukungan budaya baca tulis, yaitu perwujudan perilaku yang mencakup kemampuan, kebiasaan, kegemaran, dan kebutuhan baca tulis.
Namun hingga saat ini budaya baca tulis belum sepenuhnya berkembang di masyarakat Indonesia. Karena itu jika bangsa Indonesia ingin berhasil dalam pembangunan di masa depan, pengembangan budaya baca tulis mutlak diperlukan.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah, kapan kemampuan membaca dan menulis mulai diajarkan? Jawaban pertanyaan itu sebenarnya masih berupa polemik. Bagaimana tidak? Sebagian ahli mengatakan membaca dan menulis baru dapat diajarkan setelah anak masuk SD sebagaimana kebijakan kurikulum TK sekarang ini. Tetapi banyak juga ahli yang mengatakan bahwa membaca dan menulis harus diajarkan sejak dini. Durkin (dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 5.2) telah mengadakan penelitian tentang pengaruh membaca dini pada anak-anak.
Dia menyimpulkan bahwa tidak ada efek negatif pada anak-anak yang diajar membaca dini. Steinberg (dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 5.2) juga mengemukakan bahwa anak-anak yang mendapatkan pelajaran membaca dini umumnya lebih maju di sekolah.
Hal tersebut masih diperkuat oleh pendapat Moleong (dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 5.3) yang mengatakan salah satu aspek yang harus dikembangkan pada anak TK adalah kemampuan membaca dan menulis. Jadi pengembangan kemampuan membaca dan menulis di TK dapat dilaksanakan selama masih dalam batas-batas aturan praskolastik dan sesuai dengan karakteristik anak, yakni belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar. Untuk mengajarkan kemampuan membaca pada anak TK, guru perlu mengetahui tahapan perkembangan kemampuan membaca pada anak.
Menurut Cochrane Efal (dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 5.9), perkembangan dasar kemampuan membaca pada anak usia 4-6 tahun berlangsung dalam lima tahap yakni: 1. Tahap Fantasi (Magical Stage) Pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan buku. Anak mulai berpikir bahwa buku itu penting dengan cara membolak-balik buku. Tahap Pembetukan Konsep Diri (Self Concept Stage) Anak memandang dirinya sebagai pembaca dan mulai melibatkan dirinya dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku. Tahap Membaca Gambar (Bridging Reading Stage) Anak menyadari cetakan yang tampak dan mulai dapat menemukan kata yang sudah dikenal. Tahap Pengenalan Bacaan (Take-off Reader Stage) Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic, semantic dan syntactic) secara bersama-sama.
Anak mulai tertarik pada bacaan dan mulai membaca tanda-tanda yang ada di lingkungan seperti membaca kardus susu, pasta gigi dan lain-lain. Tahap Membaca Lancar (Independent Reader Stage) Anak dapat membaca berbagai jenis buku secara bebas.
Huruf dan kata-kata merupakan suatu yang abstrak bagi anak-anak, sehingga untuk mengenalkannya guru harus membuatnya menjadi nyata dengan mengasosiasikan pada hal-hal yang mudah diingat oleh anak. Pertama kali mengenalkan huruf biasanya guru memusatkan hanya pada huruf awal suatu kata yang sudah di kenal anak.
Dan agar tidak ada kesan pemaksaan “belajar membaca” pada anak maka harus dilakukan dengan menyenangkan. Menulis Siapa pun sebetulnya berpotensi menjadi penulis. Buktinya, setiap orang bisa menulis diary-nya dengan lancar, runtut, baik, ekspresif, artikulatif. Ketika orang menulis diary-nya sendiri, ia dalam situasi psikologis yang bebas, tidak merasa sedang diancam oleh siapa pun. Ia memosisikan kegiatan penulisan diary-nya sebagai kegiatan ekspresi personal yang tak memerlukan penilai dan pemberi sanksi. Toh, sebuah diary tak akan dibaca orang. Karena itulah ia bisa menulis dengan baik.
Tetapi ketika penulis diary itu mulai menulis artikel atau laporan yang akan dibaca orang, maka jadilah ia penulis yang tersendat-sendat, ekspresinya macet, sulit meruntutkan gagasan, artikulasinya terhambat, dan kerap kali gagal. Sebabnya, ketika menulis, mereka mereposisi sindiri menjadi individu yang terkerangkeng oleh hantu ancaman yang dibentuknya sendiri. Reposisi inilah yang keliru. Jadi, kuncinya adalah pada beban psikologis sebagai pemilik gagasan.
Dalam tradisi oral, orang akan merasa punya beban yang sedikit saja atau bahkan tidak punya sama sekali. Tapi ketika ia masuk ke tradisi literer, tradisi tulisan, beban itu bertambah bertumpuk-tumpuk. Ketika akan menuliskan gagasannya, setiap calon penulis seperti sedang menyusun sendiri bukti-bukti kuat yang bisa membuatnya diberi sanksi. Entah sanksi moral, sosial, hukum, atau politik. Maka ia pun gagap menulis karena beban itu.